Ketika menulis saya harus yakin bahwa apa yang akan saya tulis baik, menarik dan bermanfaat.
Mengapa sombong? Kita dari tanah. Kita akan selalu bisa menumbuhkan kebaikan dan keindahan bagi diri dan sekitar, hingga menjalar dan berkembang sampai pada pucuk-pucuk harapan, disebabkan ikhtiar serta keikhlasan, bukan arogansi.
Puisi itu pada dasarnya akrobatik kata-kata, tapi harus disiasati agar punya lapis makna.
Aku di sini kamu di sana, tapi kita tetap bisa berpelukan dalam doa dan puisi.
Sudahkah kau minum puisimu hari ini?
Cinta adalah rasa yang kuucap dalam setiap desah dan cuaca, tak sampai-sampai getarnya padamu.
Menjadi penulis itu tak cukup sekadar menjelma kutubuku, tetapi jadilah predator buku!
Menjadi penulis itu harus serakah; serakah dalam membaca!
Dan aku tiba di sini; jalan raya yang terbuat dari parasmu. Katakatacanggung, waktu gugu. Bagaimanakah kau menerjemahkan kekosongan?
Berjuang untuk diri sendiri itu biasa, tetapi keindahan seseorang tampak justru saat ia berjuang untuk selain dirinya.
Sebab tak ada pelukan yang lebih erat dari puisi.
Saya tak tahu, berapa waktu yang tersisa untuk saya. Satu jam, satu hari, satu tahun, sepuluh, lima puluh tahun lagi? Bisakah waktu yang semakin sedikit itu saya manfaatkan untuk memberi arti keberadaan saya sebagai hamba Allah di muka bumi ini? Bisakah cinta, kebajikan, maaf dan syukur selalu tumbuh dari dalam diri, saat saya menghirup udara dari Yang Maha?
Setiap hari cinta harus ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cinta harus tumbuh menembus semua rintangan. Kuncup-kuncupnya tak boleh merekah semua seketika, untuk kemudian layu. Ranting dan pokoknya harus kuat menjulang. Cinta harus ditumbuhkan sepanjang usia dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang ditapaki dengan riang di bumi dan semoga kelak mempertemukan kita kembali dengannya di surga.
Beberapakali aku menemukan mimpiku sendiri terjerembab di depan pintu. Kuyup oleh hujan. Seperti pakaian kotor berulangkali kucuci dan kujemur di halaman luas. Pada saat saat seperti itu aku selalu ingat wajah dan matamu saat menatapku; selalu teduh dan meneguhkan. Maka aku yakin pada akhirnya jarak hanya memisahkan raga. Tapi ia tak pernah sanggup menjauhkan mimpi, imaji dan kenangan yang kita semat bersama dalam rindu yang paling diam.
Pada jarak ribuan kilometer darimu kukenali aroma pagi yang senantiasa menumbuhkan niscaya. Lalu apakah arti jarak bila kau tak pernah pergi dari hati dan benak?
Kita belum tahu karakter seseorang sampai kita berurusan soal uang dengannya.
Kebaikan yang kita berikan pada orang lain sesungguhnya adalah kebaikan yang kita tanam untuk diri sendiri.
Luka bisa membuat kita lebih tahu bagaimana meneruskan langkah selanjutnya.
Ketika seseorang berkata bahwa aku hanya seorang gadis kecil yang tinggal di tepi rel kereta api, aku putuskan untuk tak akan pernah berhenti. Aku perbesar tekadku untuk membaca segala dan menulis cahaya!
Selamat malam kamu yang tak dekat dan tak jauh, yang menyelusup sampai ke mimpi sepi.