Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya. Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik.
Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.
Kau tak kenal bangsamu sendiri.
Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah – jalan ke arah kelestarian.
Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan, bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang hidup dalam batin siapa pun.
Tidak, yang mati tidak harus bisu. Energi mereka tetap hidup melalui berbagai cara, jalan dan sarana, terutama melalui kenangan dan mulut para nyawa yang lolos dari saringannya di Buru ini. Pada suatu kali mungkin ada yang mampu mencatatnya tanpa tangannya gemetar dan tanpa membasahi kertasnya.
Jawanisme dan kolonialisme Jawa sudah bertindak jauh lebih brutal terhadap penduduk yang tinggal di Negara kepulauan yang luas ini daripada yang dulu dilakukan oleh penguasa penjajah asing .
Ada diajarkan oleh kaum Brahmana, orang kaya terkesan pongah di mata si miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut. Juga sebaliknya, Kakanda. Orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus mengenal mereka lebih dahulu.
Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.
Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membututinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya.
Kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat. Kasihan hanya satu kemewahan, atau satu kelemahan. Yang terpuji memang dia yang mampu melakukan kemauan baiknya.
Kau harus berterima kasih pada segala yang memberimu kehidupan, sekali pun dia hanya seekor kuda.
Tak pernah aku mengadili tanpa tahu duduk perkara.
Lelaki, Gus, soalnya makan, entah daun entah daging. Asal kau mengerti, Gus, semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. Kan itu tidak terlalu sulit difahami? Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya tahu dengan cara-Nya sendiri.
Dia telah tinggalkan aku, entah untuk sementara entah tidak.
Apabila rumah itu rusak, yang menempatinya pun rusak.
Semua lelaki memang kucing berlagak kelinci. Sebagai kelinci dimakannya semua daun, sebagai kucing dimakannya semua daging.
Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang.
Aku mengeluh. Hatiku tersayat. Aku memang perasa. Dan keluargaku pun terdiri dari makhluk-makhluk perasa.
Letakkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka babak baru di bumi manusia ini.