Kesenangan adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa manusia.
Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapapun tentang kenyataan.
Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik.
Binatang itu bicara, makan – tapi tak mengerti dirinya sendiri. Dan aku begitu juga.
Orang Cendekia sudah harus adil sejak dari pikiran.
Sejak zaman kompeni, Aceh punya keberanian individu, Jawa punya keberanian kelompok. Beda sekali.
Dan bukankan satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat sepatutnya bergabung mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta.
Kartini pernah mengatakan : mengarang adalah bekerja untuk keabadian.
Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana.
Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri –tanah airnya sendiri– gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri.
Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?
Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.
Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.
Adakah Arok dan semua temannya pernah menghinakan orang? Mengapa kau takut dihinakan? Kau adalah semua yang pernah kau lakukan terhadap kita. Maju!
Kurang hati-hati sama juga tidak jujur.
Terpelajar itu sudah harus adil semenjak dalam pikiran.
Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat.
Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.
Bagi wanita muda, Mas Nganten, sebenarnya tak ada kesulitan hidup di dunia, apalagi kalau ia canti, dan rodi sudah tak ada lagi.
Aku tak jadi kaya karena pemberiannya. Mereka pun tak jadi kaya karena pemberianku. Itulah kebijaksanaan.